Kekuatan nuklir India dan Pakistan, siapa yang lebih unggul?

.

Saat ketegangan di Asia Selatan memuncak, India untuk pertama kalinya melampaui Pakistan dalam jumlah hulu ledak nuklir. (X/@vladimirpitiniu)

Ketegangan antara kedua negara bersenjata nuklir ini meningkat tajam setelah serangan teror mematikan di Kashmir yang menewaskan 26 wisatawan. Serangan brutal tersebut terjadi di Lembah Baisaran, sebuah kawasan wisata damai di Kashmir yang mendadak berubah menjadi ladang pembantaian. 

Kelompok militan yang diyakini mendapat dukungan dari Pakistan menyergap para wisatawan tanpa peringatan, menodai padang rumput Pahalgam dengan kekerasan yang memicu ketegangan regional yang lebih luas.

Sebagai respons, pemerintah India mengambil tindakan tegas. Rumah-rumah yang terkait dengan militan dihancurkan, operasi militer diluncurkan ke berbagai lokasi persembunyian, dan ratusan warga sipil yang diduga terlibat ditahan untuk pemeriksaan ketat. 

Kementerian Informasi dan Penyiaran India juga menginstruksikan media lokal untuk tidak menayangkan siaran langsung operasi keamanan guna menjaga kerahasiaan dan stabilitas publik.

Namun, tragedi ini hanyalah permukaan dari krisis yang lebih dalam. Tuduhan keras dari India terhadap Pakistan — menuding negara tetangganya sebagai pelindung jaringan teroris — memperburuk hubungan diplomatik yang sudah rapuh. 

Pengusiran diplomat, penutupan perbatasan, dan penangguhan kerja sama dalam pembagian air memperlihatkan betapa cepatnya situasi memburuk. Asia Selatan kini kembali berdiri di ambang konfrontasi besar, dengan ancaman perang nuklir yang semakin nyata.

Perubahan Keseimbangan Nuklir

Menurut laporan Status of World Nuclear Forces dari Federation of American Scientists (FAS), India saat ini memiliki sekitar 180 hulu ledak nuklir, melewati Pakistan yang diperkirakan menguasai 170 hulu ledak. Ini menjadi momen penting, sebab selama lebih dari dua puluh tahun Pakistan selalu sedikit unggul dalam jumlah.

Prediksi sebelumnya dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada 2024 sudah mengindikasikan tren ini, memperkirakan stok India sebanyak 172 hulu ledak dibandingkan Pakistan 170. 

India pertama kali menguji coba nuklir pada tahun 1974, sedangkan Pakistan baru menyusul pada 1998, menciptakan rivalitas nuklir yang kompleks dan berisiko tinggi hingga kini.

Selama bertahun-tahun, Pakistan menjaga keunggulan kuantitatifnya, antara lain dengan mengembangkan senjata nuklir taktis untuk menyeimbangkan kekuatan militer konvensional India yang jauh lebih besar.

Modernisasi Teknologi Nuklir

Dorongan modernisasi India memainkan peran besar dalam perubahan ini. Keberhasilan uji coba rudal balistik Agni-5 yang dilengkapi dengan teknologi Multiple Independently Targetable Reentry Vehicles (MIRV) awal tahun ini memperluas kapasitas serangan India secara signifikan. 

Teknologi ini memungkinkan satu rudal menyerang banyak target sekaligus, memperkuat postur ofensif India terhadap Pakistan dan bahkan China.

Kini, kedua negara berlomba untuk mengembangkan kemampuan MIRV, membuka babak baru persaingan nuklir yang lebih tidak stabil, ditandai dengan kecepatan peningkatan teknologi dan risiko kesalahan kalkulasi yang semakin besar.

Ketimpangan Kekuatan Konvensional

Perbedaan dalam pengeluaran militer juga semakin mencolok. India, dengan anggaran pertahanan sekitar USD79 miliar untuk tahun 2025–26, hampir sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan Pakistan yang hanya mengalokasikan sekitar USD8 miliar. 

Dana besar ini memungkinkan India memperkuat militernya dengan jet tempur Rafale, sistem pertahanan udara S-400 Rusia, serta modernisasi seluruh cabang angkatan bersenjata.

Sebaliknya, Pakistan harus membagi sumber daya terbatas antara kebutuhan konvensional dan pemeliharaan kekuatan nuklirnya. Ketimpangan ini memperdalam ketergantungan Pakistan pada pencegah nuklir untuk mengimbangi kekuatan konvensional India yang terus tumbuh.

Ancaman Eskalasi

Tragedi di Pahalgam telah memicu gelombang kemarahan dan tuntutan balas dendam di India. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah konteks nuklir yang menyelimuti ketegangan ini. 

Meski India secara resmi menganut kebijakan "No First Use" (tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu), dalam beberapa tahun terakhir telah muncul indikasi bahwa serangan teror besar yang terkait Pakistan bisa mengubah prinsip tersebut, khususnya jika melibatkan senjata kimia atau biologis.

India juga terus memperkuat nuclear triad-nya — kemampuan meluncurkan serangan nuklir dari darat, laut, dan udara — memberi New Delhi fleksibilitas strategis yang lebih besar. 

Rudal jarak jauh seperti Agni-V dan Agni-VI bahkan dirancang untuk menjangkau kota-kota utama di China, menunjukkan bahwa ambisi strategis India meluas melampaui Asia Selatan.

Meskipun aktif dalam beberapa rezim nonproliferasi seperti Missile Technology Control Regime (MTCR), India tetap bukan anggota Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT) maupun Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT), mempertahankan kebijakan nuklir yang independen dan kurang transparan.

Titik Api Baru di Dunia yang Terguncang

Di tengah konflik global seperti perang di Gaza dan invasi Rusia ke Ukraina, meningkatnya ketegangan di Asia Selatan menjadi ancaman tambahan bagi stabilitas internasional. 

Dengan dunia yang sudah kelelahan oleh berbagai krisis, ruang bagi diplomasi menjadi sempit, meningkatkan risiko salah langkah yang bisa memicu konflik yang lebih luas.

Dalam situasi serapuh ini, ketenangan, kemampuan manajemen krisis, dan diplomasi di belakang layar menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya bencana.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama